Tuesday 15 July 2008

JURNAL 1

THE VALUE AND USEFULNESS OF INFORMATION TECHNOLOGY IN FAMILY AND CONSUMER SCIENCES EDUCATION AS PERCEIVED BY SECONDARY FACS TEACHERS

Betty C. Harrison Donna H. Redmann Joe W. Kotrlik

Louisiana State University

Studi ini menunjukkan nilai dan kegunaan teknologi informasi pada family and consumer science ( FACS) suatu program pendidikan di Lousiana. Di dalam studi ini, teknologi informasi meliputi teknologi seperti komputer, Internet, laser disk, dan video conferencing. Suatu design pertanyaan digunakan untuk mengumpulkan data dari suatu sampel secara random yaitu semua guru di Louisiana. Para guru FACS menghargai teknologi informasi, dan teknologi informasi di dalam program dan manajemen pengajaran merupakan suatu hal yang cukup berguna bagi para guru FACS. Terdapat hubungan positif yang rendah di antara bagaimana para guru menghargai teknologi informasi dan ketersediaan teknologi komputer di rumah dan sekolah. Sedikitnya separuh dari para guru FACS mempunyai koneksi Internet.

Meskipun demikian para guru FACS menilai bahwa internet dan jenis lain teknologi informasi, saling berhubungan tetapi mungkin belum dapat terealisasi. Ini mungkin merupakan fakta dari hubungan negatif yang rendah diantara penilaian terhadap teknologi informasi yang dirasakan oleh para guru dengan jika setiap guru yang berada di sekolah dapat terkoneksi dengan internet. Banyak perubahan sudah berlangsung pada pendidikan di FACS pada dekade lalu, terutama sekali di dalam area teknologi informasi.

Perubahan ini bahkan yang lebih penting untuk FACS dan para guru kejuruan lain karena para siswa kursus kejuruan para siswa akademis lebih menyukai untuk menggunakan koputer dan demikian juga para siswa akademis( Heaviside, et al., 1992). Bagaimana berharganya dan bermanfaatnya teknologi informasi di dalam program pendidikan FACS ? Pomeroy ( 1990) menemukan bahwa 50% dari guru yang mengajar sekolah kejuruan di Selatan Nevada adalah tidak menggunakan komputer dan 62% dari guru yang mengajar sekolah kejuruan yang sudah menggunakan komputer mengindikasikan bahwa mereka mempelajari komputer sendiri. Sebagai tambahan, 71% yang menunjukkan bahwa mereka mempelajari komputer setelah mulai bekerja sebagai pengajar. Daulton ( 1997) melaporkan bahwa jumlah guru FACS menggunakan teknologi komputer telah meningkat dari 5% di tahun 1983 menjadi 83% di tahun 1993.

Dia menyimpulkan bahwa, " Walaupun mikrokomputer tidak pernah mencapai jumlah pemakainya hingga 100%di tahun 1993, mikrokomputer untuk tujuan pendidikan yang digunakan oleh para guru FACS telah menghilangkan kepercayaan bahwa mikrokomputer akan secepatnya berakhir seperti halnya yang terjadi pada peralatan audio visual lainnya" ( p 59). Pada tahun 1996 studi yang dilakukan oleh para guru di Idaho, Mathews, Davis dan Hamilton menemukan bahwa lebih dari separuh dari semua guru tidak pernah benar-benar teknologi menggunakan dalam kegiatan mengajar. Lebih dari separuh dari jumlah mereka adalah pemula dalam semua area yang dipelajari.

Di dalam suatu kelas yang mempelajari teknologi mengadakan Asosiasi Pendidikan Nasional ( Princeton Rekanan Riset, Inc., 1993), hal tersebut mengungkapkan bahwa sekolah terlambat untuk menggantikan teknologi yang sudah ketinggalan zaman. Satu dari empat guru telah menggunakan laser disk/videodisk, software hypermedia/multimedia, dan CD-ROM dalam proses mengajar. Mereka juga melaporkan suatu kekurangan dalam akses ke sumber yang penting; hanya 16% mempunyai komputer di dalam kelas dan hanya 18% mempunyai akses ke jaringan komputer.

Chin dan Hortin ( 1994) menemukan banyak studi terbaru yang sudah menunjukkan bahwa sebagian besar para guru ingin menggunakan teknologi yang paling baru dan untuk menyiapkan para siswa untuk menghadapi dunia teknologi di luar sekolah. Rupanya, apa yang diinginkan oleh para guru tersebut masih memerlukan waktu yang lebih lama lagi yaitu untuk memperoleh pemahaman dan pengetahuan teknologi , dan untuk menyerap pelajaran dari teknologi tersebutagar dapat bermanfaat bagi mereka. ( p. 87).

McCaslin dan Torres ( 1992) menemukan bahwa terdapat tiga faktor yang dapat memberi keterangan bahwa ada perbedaan sikap para guru kejuruan menyangkut penggunaan mikro komputer dalam masa pelatihan yaitu: nilai pendidikan, kepercayaan, dan pengertian tentang teknologi yang mereka gunakan. Walaupun belum ada riset terbaru yang diselenggarakan mengenai tingkat ketertarikan terhadap komputer dari para guru FACt, studi yang berhubungan dengan pendidikan agriscience yang dilakukan oleh Fletcher dan Deeds( 1994), dan Kotrlik dan Smith ( 1989) yang menemukan bahwa tingkat ketertarikan guru komputer terhadap agriscience semakin meningkat, hal tersebut dapat diukur dengan Oetting's Computer Anxiety Scale (COMPASS). Tingkat ketertarikan para guru berkurang sedangkan ketrampilan komputer mereka meningkat.

Teknologi merupakan bagian dari pendidikan pre- service dan in-service yang dilakukan oleh guru. Pendidikan diluar jam sekolah telah menjadi kebiasaan di tingkat universitas, dan merupakan hal yang penting seperti halnya ketika mendapatkan pelajaran dikelas bersama guru. Torisky et al. ( 1997) menguraikan bahwa teknologi multimedia diperlukan untuk memberi suatu dasar pelajaran pada tingkat perguruan tinggi. Kelas nya dilengkapi dengan presentasi materi kuliah dengan menggunakan komputer, laserdisk player, TV/VCR, kamera dokumen, compact disk, atau beberapa kombinasinya. Walaupun universitas sering mempunyai teknologi yang jauh lebih maju dibanding teknologi yang ada di sekolah menengah, para guru FACS harus lebih maju dalam menggunaan teknologi dalam instruksi mereka. Threlfall ( 1998) menyatakan bahwa disain pakaian dan barang dari para siswa harus disiapkan melebihi peralatan seni. Walaupun ini hanya dua contoh bagaimana teknologi berdampak pada program FACS, merupakan hal yang jelas bahwa teknologi melebihi semua aspek dari program FACS.

Beberapa studi telah dilakukan yang ditujukan untuk melihat hubungan antara variabel demografis dan penggunaan teknologi informasi. Zidon dan Miller ( 1990) menemukan bahwa adanya hubungan yang lemah antara variabel demografis seperti umur, jenis kelamin, dan tahun mengajar dengan persepsi penggunaan komputer. Mereka menyimpulkan bahwa " variabel demografis seperti itu tidak perlu dipertimbangkan dalam merencanakan masa pelatihan perencanaan yang melibatkan komputer dalam suatu kurikulum agriculture sekunder." ( p. 237). Pendapat ini tidak dinyatakan oleh peneliti lain dan belum pernah ditemukan bukti bahwa studi ini telah dilakukan terhadap para guru FACS.

Dalam suatu kelas studi nasional mengenai teknologi , studi untuk Asosiasi Pendidikan Nasional ( Princeton Rekanan Riset, Inc., 1993) menemukan bahwa hampir dua pertiga ( 59%) para guru dengan usiadi bawah 35 tahun percaya bahwa menggunakan komputer di dalam kelas adalah penting, sedangkan hanya 29% guru dengan usia diatas 55 tahun yang memiliki kepercayaan tersebut. Setengah dari para guru yang menggunakan teknologi yang kurang di sekolah mempunyai komputer rumah. Kurang teknologi di sekolah telah menyebabkan berkurangnya jumlah teknologi informasi di dalam kurikulum mereka.

Mathews et al. ( 1996) menemukan bahwa gelar sarjana diperoleh melalui persepsi yang baik dari guru tentang kemampuan mereka untuk menggunakan teknologi dalam mempersiapkan materi pelajaran, tingkat penggunaan teknologi yang lebih tinggi yang digunakan oleh para guru yang memiliki gelar sarjana dibandingkan dengan mereka yang hanya lulusan sekolah lanjutan.

Fletcher dan Perbuatan ( 1994), dan Kotrlik dan Smith( 1989) melaporkan bahwa para guru yang lebih muda lebih mungkin untuk mempunyai kemampuan menguasai komputer pada tingkat yang lebih tinggi dan ketertarikan terhadap komputer berkurang ketika kemampuan dalam menguasai komputer meningkat. Belum ada studi yang ditemukan yang dapat mendokumentasikan suatu hubungan penting antara keikutsertaan profesional didalam konvensi dan konferensi, dengan nilai teknologi informasi bagi para guru. Secara ringkas, belum ada studi terbaru yang diselenggarakan mengenai bagaimana para guru FACS memberi penilaian terhadap teknologi informasi. Studi ini dirancang untuk menjawab pertanyaan para guru FACS di Louisiana. Hasil akan bermanfaat di dalam perencanaan pre-service dan in-servicedalam program pelatihan untuk para guru FACS.

Tujuan dan Hasil

Tujuan studi ini adalah menentukan nilai dari teknologi informasi di dalam Program pendidikan FACS yang dapat dilihat dari para guru FACS. Sasaran hasil akan menentukan: ( a) karakteristik demografis guru ( gelar yang dimiliki, umur, jenis kelamin, etnis, lamanya pengalaman dalam mengajar, lokasi di mana letak sekolah [ pedesaan, di pinggiran kota, atau kota], tingkatan sekolah [ sekolah menengah, sekolah menengah pertama, atau kedua-duanya], keikutsertaan dalam asosiasi profesional); ( b) nilai teknologi informasi yang dapat dilihat dari para guru; ( c) persepsi guru mengenai kegunaan potensi teknologi informasi dalam memanajemen pelajaran dan program; dan ( d) jika terdapat hubungan antara variabel terpilih dengan nilai teknologi informasi bagi para guru.

Prosedur-prosedur

Populasi untuk studi ini mencakup 589 guru di sekolah menengah FACS ( kelas 7-12) di Lousiana selama tahun ajaran 1997-1998. Studi ini merupakan bagian dari suatu studi yang lebih besar mengenai para guru kejuruan di sekolah menengah di mana pengambilan sampel dilakukan dengan metode stratified random sample yang diambil dari tiap populasi guru kejuruan yang berbeda. Jumlah sampel minimum yang harus dikembalikan oleh populasi guru FACS ditentukan sebanyak 133 dengan menggunakan Cochran's sample size formula (Cochran, 1977). Ukuran sampel yang menggunakan guru FACS adalah sebanyak 264 guru yaitu sejumlah 50% dari jumlah perespon. Setelah dilakukan dua proses yaitu melalui pos dan telepon, tanggapan diterima dari 141 guru ( dengan tingkat respon sebesar 53.4%).

Instrumen dikembangkan berdasarkan pada sasaran hasil dalam studi itu. Pertimbangan dan materi yang digunakan dalam instrumen dipilih setelah adanya tinjauan ulang menyangkut literatur itu. Kebenaran dari bentuk dan isi dari penelitian ini dievaluasi oleh sejumlah tenaga ahli dari fakultas pendidikan kejuruan di universitas dan asisten yang telah bergelar doktoral. Sebagai bagian dari studi yang lebih besar, instrumen yang dijadikan dasar pengujian adalah 40 guru kejuruan. Delapan guru adalah guruFACS yang belum terpilih dalam sampel untuk studi itu. Sedikit perubahan diusulkan oleh orang yang membuat pengesahan dan dari hasil percobaan bidang dibuat. Perubahan ini terjadi di dalam susunan kata dari materi dan dalam instruksi untuk melengkapi instrumen itu. Cronbach'S ( 1977) koefisien konsistensi internal untuk " Nilai Teknologi informasi di dalam Instruksi" memiliki skala 89 dan koefisien untuk " Kegunaan Teknologi informasi di (dalam) Manajemen Intervi dan Program" memiliki skala 91.

Untuk menentukan bahwa sampel dapat mewakili populasi dan untuk mengendalikan non-respose error, maka ditentukan skala prioritas yang dipertimbangkan sebagai variable yang utama dalam studi ini dan skala tersebut diperbandingkan melalui model respon (surat versus telephon) seperti yang direkomendasikan oleh Borg (1987) dan Miller dan Smith (1983). Secara statistik tidak ada perbedaan yang signifikan dalam menentukan skala dari instrument tersebut berdasarkan model respon. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan dalam model respon dengan data yang direpresentativekan berdasarkan populasi. Respon surat dan telefon mengkombinasikan analisis selanjutnya. Data analisis terdiri dari statistik deskriptif untuk sasaran hasil 1- 3 dan koefisien korelasi yang sesuai untuk hasil 4 ( berdasarkan pada jenis variabel ). Level alfa untuk studi ini ditentukan sebesar 5 berdasarkan pada penelitian sebelumnya.

Penemuan

Tujuan pertama adalah menentukan karakteristik demografis para guru sekolah menengah FACS. Ketika para guru dimintai keterangan mengenai tingkatan pendidikan mereka, hampir separuh ( 45.6%) yang melaporkan bahwa mereka memiliki gelar sarjana, 27.9% mempunyai gelar master, 25.7% mempunyai gelar master ditambah 30 jam atau sertifikat spesialis pendidikan, dan 0.7% mempunyai gelar doktoral. Semua ( 100%) adalah wanita. Sebagian besar para guru berkulit putih ( 74.3%), sedangkan 22.1% berkulit hitam. Rata-Rata mereka berumur 45 tahun ( range= 23-60, mode=50) dan rata-rata tahun mengajar adalah 18.1. Sebagian besar ( 46.3%) mengajar di area pedesaan, 23.5% di wilayah perkotaan, dan 25.7% di area pinggiran kota. Sebagian besar ( 65.4%) mengajar di tingkatan sekolah menengah, 21.3% mengajar di tingkatan sekolah menengah pertama, 10.3% mengajar kedua-duanya, dan 2.2% mengajar pada tingkatan lain. Kurang dari sebagian ( 44.8%) telah terlibat kalam konvensi konferensi kejuruan sedikitnya sekali dalam tiga tahun hanya 15.4% tmenghadiri suatu konvensi asosiasi kejuruan nasional atau regional dalam tiga tahun. Lebih dari separuh ( 57.4%) guru di sekolah itu terhubung dengan Internet.

Tujuan kedua adalah menentukan nilai teknologi informasi yang dapat dilihat dari para guru FACS di Lousiana. Responden menilai masing-masing statemen berdasarkan pada skala berikut : 1= betul-betul tidak sependapat, 2= tidak sependapat, 3= ragu-ragu, 4= setuju, dan 5= betul-betul setuju. Data mengungkapkan bahwa para guru FACS menempatkan suatu nilai tinggi pada teknologi informasi dengan betul-betul bersetuju ( M= 4.5) para guru itu perlu mengetahui bagaimana cara menggunakan komputer dan para guru itu perlu mempunyai komputer yang tersedia untuk mengajar. Responden menyetujui ( M = 3.5-4.49) bahwa semua teknologi yang terdaftarkan harus tersedia dan juga setuju ( M = 3.5-4.49) dengan semua statemen positif mengenai nilai teknologi informasi dalam program pengajaran. Mereka ragu-ragu ( M = 2.5-3.49) pada teknologi informasi yang terlalu mahal dan tidak hemat biaya, dan tidak setuju ( M = 1.5-2.49) dengan semua pernyataan lainyang dinyatakan secara negatif. Data ini ditampilkan dalam Tabel 1.

Tujuan ketiga adalah menentukan persepsi guru FACS di Louisiana(menyangkut potensi kegunaan teknologi informasi di (dalam) program dan managemen pengajaran. Responden menilai masing-masing statemen pada skala berikut : 1= tidak bermanfaat, 2= kurang bermanfaat, 3= ragu-ragu, 4= cukup bermanfaat, dan 5= sangat bermanfaat. Data mengungkapkan bahwa para guru FACS melihat bahwa teknologi informasi itu cukup bermanfaat ( M = 3.5-4.49) yang menyangkut sepuluh area program dan manajemen pengajaran terlihat di dalam skala ( Tabel 2).

Tujuan keempat mencoba untuk menentukan adanya hubungan antara variabel terpilih dan kedudukan atas nilai teknologi informasi menurut para guru FACS di Louisiana. Data di (dalam) Tabel 3 pertunjukan yang satu itu variabel ( ketersediaan teknologi komputer di rumah dan sekolah) memiliki hubungan positif yang rendah dan sebuah variabel ( apakah sekolah terhubungkan Internet) memiliki hubungan negatif yang rendah dengan nilai teknologi informasi.

Kesimpulan

Para guru FACS di Louisiana menghargai teknologi informasi. Teknologi informasi didalam program dan manajemen pengajaran cukup bermanfaat bagi para guru FACS. Adanya hubungan positif yang rendah antara bagaimana para guru menilai teknologi informasi dan ketersediaan teknologi komputer di rumah dan sekolah. Sedikitnya separuh dari para guru FACS memiliki teknologi komputer tersebut.

Koneksi internet. Meskipun para guru FACS menghargai Internet dan jenis teknologi informasi yang lain, namun sistem pengajaran yang terkoneksi dengan internet belum dapat terealisasi. Ini merupakan bukti adanya hubungan negatif yang rendah antara nilai teknologi informasi yang dapat dilihat dari para guru dengan apakah guru di sekolah telah terhubung dengan internet.

Rekomendasi

Ketika adanya korelasi yang rendah atau dapat diabaikan di antara nilai teknologi informasi yang dapat dilihat dari para guru dengan variabel demografis yang dipilih dalam studi ini ( umur, gelar yang dimiliki, pengalaman mengajar, level pekerjaan di sekolah, keikutsertaan dalam konferensi profesional), dapat terlihat bahwa secara keseluruhan tidak perlu memasukkan variabel demografis ini didalam pengambilan keputusan mengenai perencanaan pelatihan teknologi informasi. Penyelidikan mengenai nilai teknologi informasi yang dapat dilihat dari guru direkomendasikan untuk diteliti lebih lanjut. Meskipun hubungan tersebut rendah, riset lebih lanjut menunjukkan korelasi negatif yang rendah antara nilai teknologi informasi yang dapat dilihat dari para guru dengan apabila mereka sudah memiliki jaminan untuk dapat mengajar dengan terhubung internet. Walaupun para guru menghargai teknologi informasi, studi ini tidak menunjukkan tingkat ketrampilan mereka dalam menggunakan teknologi informasi. Riset lebih lanjut diperlukan untuk menentukan tingkatan ini dan bagaimana tingkatan ini berdampak pada kualitas program FACS.

Implikasi

Studi ini mendokumentasikan fakta bahwa para guru FACS menghargai teknologi informasi. Program FACS harus menyiapkan para siswa dalam menghadapi tempat kerja dan masyarakat, baik untuk saat ini maupun di masa datang. Para guru harus melanjutkan untuk menghargai teknologi informasi dan mencari jalan untuk menghubungkan program dan menejemen pengajaran dengan teknologi informasi yang sesuai, terutama internet. Ini merupakan hal yang penting jika mereka mengharapkan kesuksesan dalam penggunaan dan proses pengajaran kepada para siswa. Yang pasti, teknologi informasi adalah suatu hal yang penting bagi semua guru dan siswa.

No comments: